Tuesday, November 10, 2020

Kecewa

Malam meyakinkan, pagi meragukan.
Sekarang membingungkan, esok menjadi tanda tanya.
Resah, gundah, sedih,
dan ada kecewa terselinap. 

Bagian dalam diriku terasa sakit, bukan fisik tapi jiwa.
Seperti halnya sakit liver, sakit hati juga terasa sakit.
Namun aku tak tahu lebih sakit mana
karena keduanya terasa menyengsarakan.

Hati ini sedang terluka, pedih, perih rasanya.
Salahku terlalu mudah percaya dengan angan belaka,
membuatku jatuh ke samudra
dan terombang ambing di laut lepas tak tentu arah.

Hanyut terdorong arus hingga tenggelam jauh ke dasar.
Mengapa kau melambungkanku begitu tinggi?
Jika akhirnya kau melepaskanku begitu saja tanpa aba-aba sedikitpun
Membiarkanku jatuh dan terluka sendiri.

Tanpa menoleh ke arahku,
kau melangkah pergi.
Menjauh,
tinggalkan luka yang teramat sakit di jiwaku.

Kau pernah bilang kau takut mengungkap rasa,
tapi kau mempermainkan rasa itu.
Sebetulnya kau penakut atau pengecut?
Atau kau pecundang?

Monday, November 09, 2020

Yang Menguatkan

Ketika kata tak lagi mampu kuucap
Ketika itu hening tercipta
Diam tanpa satupun kata
Mungkin lebih baik

                Lebih indah suara burung-burung di taman
                Lebih merdu alunan rintik hujan sore itu
                Lebih tenang kudengarkan
                Lebih baik dari teriak kasarnya

Lelah aku, sungguh
Lelah dengar teriaknya
Lelah balas emosinya
Lelah terlarut dalam amarah

                Entah karena tegar
                Atau justru telah membatu hatiku?
                Tak ada air menetes dari pelupuk mata
                Padahal jauh di dasar hati, aku menangis

Rajaku,
Inikah tangga untukku menuju langitMu?
Tak yakin aku mampu melewatinya
Terlalu tinggi bagiku

                Melewati satu demi satu anak tangga itu
                Sanggupkah aku mencapai puncaknya?
                Bantu aku, duhai Raja semesta alam
                Yakinkanku bisa lalui tangga itu

Wednesday, April 17, 2019

Mau Pilih Nomor Berapa?



Mau nomor 1, 2, atau bahkan 3 sekalipun yang menang nggak masalah selagi bisa memimpin negeri ini dengan baik dan benar. Siapapun pemimpinnya nggak masalah selama bisa amanah dan bijak. Apapun basicnya nggak masalah selagi bisa mengatur negara ini sejalan dengan aturanNya. Jadi nggak masalah mau nomor 1, 2, atau bahkan 3 sekalipun yang menang selama pemimpinnya punya keimanan yang kuat sehingga bisa menjadikan rakyatnya lebih baik lagi dengan menjadikan negeri ini sebagai negeri yang aman, damai, tentram, dan sejahtera. Kenapa harus iman yang kuat? Karena keyakinan berkaitan dengan segala hal termasuk kepemimpinan. Kalau pemimpin negeri kuat imannya artinya dia bukan orang munafik. Kalau dia bukan orang munafik artinya dia nggak akan berkata bohong kalau bicara, nggak akan ingkar kalau berjanji dan nggak akan berkhianat kalau dipercaya. Itulah ciri orang munafik. Jadi penting kan punya pemimpin yang beriman, bahkan yang kuat imannya?

Jadi balik lagi ke awal, mau nomor 1, 2, atau bahkan 3 sekalipun yang menang nggak masalah, yang penting adalah kita doakan sama-sama untuk negeri ini supaya memiliki pemimpin yang beriman dan bertaqwa kepadaNya. Kalau sudah ada iman di hati, semoga amanah dan tanggung jawab tersemat pula di hati sehingga mampu memimpin dan memperbaiki negeri ini lebih baik lagi. Semoga negeri ini selalu aman, damai, dan sejahtera dalam lindunganNya. Mari ciptakan suasana aman, nyaman dan tenang di pesta rakyat ini. Sukseskan pesta demokrasi di negeri ini dengan menghargai pilihan. Berbeda itu wajar bukan? Saling meninggikan pilihan masing-masing silakan, tapi janganlah merendahkan pilihan yang berbeda dengan kita. Bersuara itu hak kita dan berbeda suara adalah hak dan keragaman yang tak bisa dipaksa. Jadi jangan terus hakimi perbedaan.

Kita bisa lihat dan rasakan sendiri bagaimana keadaan rakyat di negeri yang kaya akan SDAnya ini selama lima tahun terakhir pada masa pemerintahan saat ini, dan bagaimana kondisi negara selama itu. Kalau mereka memilih untuk mempertahankan pemerintahan saat ini, mungkin mereka merasakan perkembangan atau perubahan yang baik yang dipimpin pemerintahan ini. Kalau sebagian yang lain memilih tak mempertahankan rezim yang ada saat ini, bisa jadi mereka berpendapat bahwa perlu ada perubahan pada sistem pemerintahan ini, perlu ada perubahan pada kepemimpinan saat ini. Mungkin mereka tidak merasakan dampak yang baik di masa ini. Itu hak mereka, dan kebebasan kita untuk bersuara dan berpendapat juga tercantum dalam hukum perundang-undangan bukan? Jadi perbedaan pendapat, perbedaan pemikiran, bahkan beda pilihan itu adalah hal wajar. Meski begitu kita tetap satu, Indonesia. Satu bahasa, satu bangsa, satu negara, Indonesia. Mari jaga ketenangan dan keamanan di pesta rakyat ini. Sukseskan pesta demokrasi ini dengan memberikan suaramu untuk perbaikan negeri. Menjadi golongan putih bukan cara terbaik untuk mengubah negeri menjadi lebih baik. Maka pastikan pilihanmu dan berikan suaramu untuk negeri yang lebih baik.


#electionday
#pemiludamai
#pemilutenang
#pestarakyat
#pestademokrasi
#netral

Thursday, November 08, 2018

Kenapa Belum Nikah?

Beberapa pertanyaan yang kadang bikin nggak nyaman beberapa orang salah satunya adalah mengenai keluarga, seperti pernikahan, anak, dan lainnya. Kenapa itu bisa bikin nggak nyaman? Mungkin salah satunya karena mereka masih lama untuk melakukan hal tersebut atau emang belum kesampean juga untuk melakukannya padahal mereka pun udah kepengen banget begitu. Begitu gimana? Ya misalnya nikah, punya anak, nambah anak, traveling bareng suami ke tanah suci (aamiin...), dan macem-macem. Yang membuat pertanyaan itu terasa nggak nyaman di telinga sebagian orang sebetulnya bukan pertanyaannya, tapi pengulangan pertanyaan yang itu-itu aja yang bikin mereka jadi bosen dan agak kurang nyaman. Bosen dengernya, bosen jawabnya juga. Iya nggak?

Salah satu pertanyaan yang sering terlontar khususnya untuk para wanita yang sudah dewasa adalah tentang pernikahan. Kapan nikah? Kapan nyusul? Kapan sebar undangan? and so forth. Kalo yang cuek kayak aku sih santai nanggepinnya tapi nggak semua orang bisa kayak aku. Bisa aja mereka langsung keki dan nggak nyaman kalo terus-terusan ditanya soal pernikahan yang belum kunjung terlaksana oleh para wanita dewasa itu yang akhirnya bikin mereka jadi minder. Kasian nggak sih kalo sampe minder gitu? Apalagi kalo kita yang bikin mereka jadi minder dengan pertanyaan yang mungkin bisa menyudutkan si wanita.

Nah, beberapa waktu lalu aku pernah ditanya oleh seorang teman kerja yang usianya lumayan jauh di bawah aku. Temen cowokku itu nanya, "mbak kenapa belum nikah?"
Dengan jawaban khas aku, aku bilang, "tunggu dilamar".
Lalu dia masih tanya, "kapan dilamar?"
"Belum tahu." Jawabku
"Lah, suruh pacarnya ngelamar lah." Katanya begitu, padahal aku nggak punya pacar hahaha dan aku hanya diam saja.
"Kalo nggak dilamar-lamar nanti saya lamar nih." Eh yang ini becanda ya hehehe.

Iya, sudah seperempat abad aku hidup di dunia, dan memang sudah waktunya untuk berkeluarga tapi aku masih takut. Terlalu takut. Beberapa orang berpikir aku terlalu pilih-pilih dalam mencari pasangan. Betul emang, aku cari pasangan yang bisa bimbing aku dan keluarga untuk bisa istiqomah di jalan lurusNya, at least mau sama-sama terus belajar agama supaya pada ending hidup nanti kami bisa ketemu sama yang namanya 'husnul khotimah' (berat nggak sih bahasanya? Hahaha, atau hiperbolis? Abaikan!). Emang selektif dalam memilih jodoh itu nggak boleh ya? Padahal nggak hanya soal calon pasangan itu sendiri yang aku pikirkan.

Ada beberapa hal yang membuat aku belum mau memutuskan untuk menikah sampai saat ini. Dari mulai alasan rasional hingga irasional akan kusampaikan di sini. Sebetulnya aku enggan membaginya pada kalian, hanya saja aku pikir ini bisa jadi bahan renungan untuk kita semua, mungkin. Dan satu hal lagi, karena telingaku mulai lelah mendengar pertanyaan berulang, "kenapa belum nikah?" Bisa capek juga ya telinga ini, hahaha. Mudah-mudahan ini bisa membuka pikiran kita tentang perbedaan prinsip dan pandangan antara kalian yang sudah menikah dan kami yang belum (siap) menikah, termasuk untuk kalian yang sering bertanya tentang hal itu. Kenapa sih kok belum nikah padahal usia sudah cukup? Ini dia beberapa jawaban yang menjadi alasanku belum juga menikah. Baca baik-baik ya!

1. Belum menemukan yang tepat
"Emang yang tepat buat kamu yang gimana sih?" Yup, mungkin beberapa dari kalian akan bertanya seperti itu. Yang pasti yang bisa 'klik' di hati. Yang utama adalah sepaham dalam keimanan. Nah aku mau imam aku nantinya adalah orang yang paham ilmu agama dan tentunya ilmu itu berpedoman pada Allah dan RasulNya, yaitu Quran dan sunnah, nggak dikurangin dan nggak ditambahin pula. Karena aku bukan orang yang baik pemahaman agamanya, maka aku ingin punya imam yang bisa membantu memperbaiki agamaku. Setidaknya mau sama-sama terus belajar agama. Faith is the first. That's my truth. Hidup nggak selamanya di dunia fana ini. Akan ada saat di mana kita berpindah kehidupan dari dunia ke akhirat. Ini yang aku takutkan kalo aku pilih pasangan hidup hanya sekadar cakep atau baik aja karena baik aja belum tentu benar. Bukan berarti aku benar atau merasa paling benar. Justru karena aku sering banyak salah, maka aku ingin imamku nanti membenarkan yang salah dariku, tentunya sesuai ajaran agama. Muluk nggak sih? Maafkan jika terlalu muluk :D.

2. Sulit jatuh cinta
Aku adalah orang yang sulit jatuh cinta, sulit mencintai tapi lebih sulit lagi dicintai. Butuh waktu lama untuk aku tertarik atau lebih tepatnya benar-benar jatuh cinta pada seseorang. Mungkin bertahun-tahun. Aku bisa dengan mudah tertarik pada lelaki yang baik perangainya tapi belum tentu aku bisa mudah mencintai orang itu. Mungkin akan susah move on ya kalo aku udah jatuh cinta sama satu cowok karena aku butuh waktu lama untuk bisa mencintai orang itu. Jatuh cintanya sulit tapi sekalinya jatuh cinta nggak dibales cinta sama orang itu. Duuh rasanya move on pun sulit dilakukan, mungkin. Alhasil untuk memulai mencintai orang lain pun akan butuh waktu lama lagi. Hiper nggak sih? Maafkan aku yang hiperbolis ya, but that's a fact. Lha terus aku kudu piye?

3. Belum siap
Yup, aku merasa belum siap untuk menikah, meskipun sebetulnya aku juga ingin seperti teman-temanku lainnnya yang sudah berkeluarga. Kadang aku sedih melihat teman-temanku sudah menikah dan memiliki anak-anak sementara aku belum apa-apa. Bukan iri, aku hanya sedih karena belum bisa memberikan cucu untuk orang tuaku, belum bisa membahagiakan mereka. Namun aku masih takut untuk menikah, masih belum siap. Banyak hal yang aku rasa belum bisa aku lakukan khususnya ketika aku menikah nanti. Aku masih belum bisa ini, belum bisa itu, masih takut ini, masih takut itu. Aku merasa belum siap lahir batin. Masih banyak yang harus aku persiapkan untuk menjalani sebuah pernikahan, baik secara materiil maupun non materiil. Aku selalu merasa bahwa aku masih kecil. Susah ya jadi aku? Huuft...

4. Philophobia
Tahukah kamu philophobia? Beberapa waktu lalu aku mencari sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan ketakutan terhadap cinta atau fobia cinta. Lalu aku menemukan kata itu. Yup, philophobia. Entah kenapa aku takut dan terlalu takut jika berbicara tentang cinta. Cinta terhadap lawan jenis. Kalo ada teman atau keluarga yang ngebahas atau bertanya-tanya soal cowok, cinta, pacar, nikah dan sejenisnya aku ngerasa ketakutan dan deg-degan. Ini serius, aku deg-degan dan bener-bener ketakutan. Semacam ada rasa was-was atau cemas timbul di hati kecil. Kok bisa? Aku sendiri juga nggak tahu. Aku kasih contoh secara nggak langsung deh, misal aja via whatsapp ada temen yang nanya, "kamu udah punya calon belum?" atau "temen (cowok) aku mau kenalan nih. Boleh nggak?" atau "Mau nggak aku kenalin sama temenku? Dia lagi nyari calon nih." Duuh seketika aku langsung cemas dan deg-degan. Dan aku lamaaaa banget balesnya. Lama mikir gimana cara nolak yang baik biar nggak nyakitin orang yang udah niat baik mau bantu aku. Apalagi kalo pas lagi ngobrol tetiba ibuku ngebahas soal cowok atau nyerempet-nyerempet ke masalah keluarga dan pernikahan. Aduuh rasanya hati nggak karuan. Cemas, takut, deg-degan, gugup dan panik campur aduk jadi satu. Kalo udah gitu, aku langsung buru-buru ngalihin obrolan atau pura-pura ngambil sesuatu ke belakang untuk menghindar. Bukan karena risih atau nggak seneng, tapi karena rasa takut yang aneh. Bahkan untuk sekadar cerita di sini tentang segala yang ditanya ibu aja aku takut. Terlalu banyak hal yang aku takutkan sehingga aku selalu merasa belum siap untuk menikah. Aneh nggak sih? Apa ini wajar? Aku pikir ini hal yang irasional.

Bahkan ketika ada cowok yang aku suka, dan dia balik suka sama aku, aku jadi takut. Aku jadi canggung dan ngerasa heem takut kalo deket dia. Akhirnya rasa suka ke cowok itu berubah jadi rasa takut yang lumayan bikin aku jadi canggung kalo ketemu dia. Jadi waktu masih sekolah dulu ceritanya aku pernah suka sama temen sekolah. Yaa cinta monyet gitu lah. Nggak berlebihan sih, sekadar suka karena dia cukup pinter, baik, dan cukup humoris. Nah ketika ternyata si cowok juga suka sama aku dan mulai menunjukkan rasa ketertarikannya ke aku, aku malah jadi canggung. Aku takut, dan kalo dia deketin aku, aku malah selalu menghindar. Lalu setelahnya rasa suka itu malah mulai berkurang karena rasa takutku lebih dominan. Bahkan ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, mungkin kelas 6, aku pernah berdoa agar dikasih wajah yang biasa-biasa aja alias nggak cantik supaya nggak banyak cowok yang deketin dan isengin aku. Kurang lebih gini doanya, "Ya Allah hamba tidak perlu wajah cantik, beri hamba wajah yang biasa saja."

Nggak cuma waktu sekolah aja rasa takut itu muncul ketika ada cowok yang suka dan coba deketin aku (red: naksir). Sampai sekarang pun aku masih takut kalo ada cowok yang coba untuk deketin aku. Bahkan pernah ada cowok yang mau ta'aruf aja aku tolak karena aku merasa aku masih belum siap untuk nikah. Aku merasa masih takut untuk menikah. Makanya sampai sekarang aku masih jadi jommut alias jomblo sok imut, hahaha. Banyak hal yang aku takutkan dalam pernikahan. Bukan sebatas pada kekuranganku semata tapi juga kekurangan keluargaku, dan berbagai ketakutan lain yang hinggap di hati, membuat aku masih sangat takut untuk menjalani pernikahan. Buatku, menikah itu bukan hanya untuk aku dan pasanganku aja, tapi juga untuk kedua belah pihak dari masing-masing keluarga kami nantinya. Aku pikir aku egois jika aku hanya memikirkan kebahagiaanku semata. Aku juga perlu memikirkan kebahagiaan keluargaku, kebahagiaan pasanganku dan keluarganya nantinya. Entah aku terlalu takut atau terlalu banyak mau. Yang jelas kekuranganku yang banyak ini membuatku masih takut dan khawatir untuk menjalani pernikahan.

I know that no body's perfect. Mungkin beberapa dari kalian juga akan bilang begitu ke aku. Di dunia ini nggak ada yang sempurna, bahkan nggak ada yang abadi. Justru penyatuan dua insan lelaki dan perempuan ini akan saling melengkapi kekurangan mereka masing-masing nantinya. Namun kuharap kalian juga bisa mengerti dengan kekuranganku yang memiliki kecemasan berlebih terhadap cinta dengan lawan jenis. Eits, tapi jangan berpikir aku abnormal ya. Alhamdulillah aku masih normal kok. Masih ngincer cowok tulen, hehe. Aku hanya terlalu takut dan merasa belum siap, khususnya untuk meninggalkan ibuku yang kini sendiri tanpa bapak.

Jujur sebetulnya aku nggak khawatir soal kapan aku nikah. Salah satu sahabatku juga pernah bilang "kalo kita nggak dipertemukan sama jodoh kita di dunia, pasti Allah akan pertemukan kita dengan jodoh kita di akhirat kelak, insyaa Allah." Begitu kurang lebihnya dia kasih wejangan ke aku soal jodoh, hihi. Padahal you know what? Dia sendiri juga masih sendiri, haha. Yang aku khawatirin adalah ibuku karena dia udah kepengen banget liat aku nikah dan punya anak. Nah ini juga yang aku pengen sih, punya anak. Aku udah kepengen banget punya anak tapi aku masih takut untuk nikah. Saking kepengennya cepet punya anak, aku pernah berfikir jika ada wanita zaman sekarang seperti bunda Maryam, aku ingin menjadi sepertinya. Punya anak tanpa harus nikah dan tetap dalam keadaan suci. Tapi ya itu hanya sebatas imaji saja.

Itulah beberapa alasan kenapa aku belum nikah sampai sekarang. Mungkin beberapa dari mereka yang belum menikah juga memiliki masalah serupa denganku. Mudah-mudahan kalian bisa paham dengan kondisi ini, dan bisa kasih solusi terbaik untuk aku dan mereka yang juga punya masalah yang sama atau serupa denganku. Kamu perlu tahu kalo kami juga ingin seperti kalian yang memiliki keluarga bahagia dan harmonis. Doakan saja yang terbaik untuk kami semoga segera menyusul kalian ke jenjang pernikahan tanpa ada keterpaksaan (#soksweet :D).

Friday, November 02, 2018

Tentang Kita


Hari baru tiba
Sebuah cerita baru dimulai
Bukan tentangku
Bukan tentangmu
Ini tentang kita

Tentang sejalannya sebuah visi
Satukan dua hati yang berbeda
Kalimat nan sakral penyempurna din diikrarkan
Tak hanya untuk aku tapi juga kamu
Karena aku dan kamu telah jadi kita

Kita yang tak saling tahu
Kita yang tak pernah bersama
Kita yang tak pernah saling kenal
Namun dipertemukan dengan cara yang indah
Sungguh sempurna skenarioNya

Kamu tak sabar menanti cerita selanjutnya?
Aku pun begitu
Akan ada banyak cerita yang kita buat nanti
Seperti bumbu yang beraneka cita rasa
Cerita kita akan penuh rasa, tunggu saja!



Bekasi, 27 Oktober 2018

Saturday, September 08, 2018

Mencintai vs Dicintai


Siapa sih yang nggak suka dicintai? Pasti kebanyakan orang suka dicintai. Apalagi jika dicintai dengan orang yang dia cintai, suka banget pastinya. Bahkan banyak orang mengatakan 'lebih baik dicintai daripada mencintai'. Oya? Mungkin kebanyakan orang memang lebih suka dicintai, tapi nggak semua orang suka akan hal itu. Contohnya aku. Aneh! Kok bisa sih nggak suka dicintai?

Ini bukan berarti aku betul-betul nggak suka dicintai. Aku masih ada rasa suka kok untuk dicintai orang lain. Oke deh, sebelumnya aku kerucutkan dulu tentang rasa cinta yang lagi aku bahas ini. Ini adalah rasa cinta terhadap lawan jenis, bukan terhadap keluarga, saudara atau teman sejenis. Ini berkaitan dengan rasa cinta yang biasa dialami dua insan beda jenis, lelaki dan wanita, yang memang sedang kasmaran.

Bukan nggak suka dicintai, tapi aku lebih suka mencintai. Yup, aku lebih suka mencintai orang meskipun aku nggak dicintai orang itu. Kenapa? Simpel sih alasannya. Aku nggak mau nyakitin perasaan orang lain. Maksudnya? Jadi gini, setiap tindakan pasti akan ada risikonya, dan 'mencintai' sesuatu adalah salah satu tindakan yang berisiko. Risikonya? Aku kasih contoh kecil ya. Contohnya adalah kamu mencintai seseorang tapi orang itu nggak mencintai kamu. Gimana rasanya? Sakit kan? Pasti ada lah rasa sakit walau sedikit. Nah, apalagi kalau kamu mencintai seseorang tapi orang itu nggak mencintai kamu dan justru mencintai teman atau bahkan sahabat kamu sendiri. Itu nyesek banget rasanya. Jleb banget nggak sih? Sedangkan kalau kamu dicintai seseorang, akan ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri pada dirimu meskipun kamu nggak mencintai orang itu. Iya kan? Jujur deh! Sebagian orang yang dicintai akan merasa jika dirinya memang layak dicintai meskipun dia nggak sekeren kamu. Iyaa kamu :D. Jika kamu dicintai tapi kamu nggak mencintai orang itu, secara nggak langsung kamu udah melukai perasaan orang yang mencintai kamu. Meskipun kamu nggak ada niat begitu, tapi judulnya tetap cinta bertepuk sebelah tangan, kan? Nah, itu yang aku maksud.

Aku lebih suka mencintai daripada dicintai. Aku lebih baik terluka karena mencintai daripada melukai karena dicintai. Mungkin memang terkesan sok romantis atau sok baik, tapi begitulah adanya aku. Aku memang agak aneh.Bukan! Perasaanku yang aneh, mungkin. Aku suka dicintai orang yang aku cintai tapi aku nggak suka dicintai orang yang nggak aku cintai. Apalagi kalau orangnya nyebelin.

Aku juga nggak mau jadi PHP karena sikapku yang terkesan memberi harapan pada orang yang mencintaiku. Padahal sebetulnya aku cuma ingin bersikap baik. Makanya untuk menghindari kesan seperti itu aku lebih suka mengakrabkan diri dengan berteman. Namun terkadang justru dari pertemanan itu timbul benih-benih cinta (jiyeee...). Jujur aja, aku lebih takut dicintai daripada mencintai. Mencintai lebih bebas bagiku. Kalau aku mencintai seseorang dan orang itu balas mencintaiku, alhamdulillah. Namun jika orang itu nggak mencintaiku, ya sudahlah. Nikmati saja mencintai dalam diam. Nah, kalau aku dicintai orang yang nggak aku cintai, ini menjadi satu hal yang serba salah bagiku. Di satu sisi aku nggak ada rasa suka dengan orang itu, tapi di sisi lain aku pun nggak mau melukai satu hati yang telah baik padaku. Bahkan terkadang aku juga takut dicintai oleh orang yang aku cintai. Entah perasaan aneh apa itu. Mungkin ini akan kubahas tersendiri di lain kesempatan.

Karena rasa risih dan nggak mau melukai perasaan, terkadang aku menghindar dari dicintai. Aku menghindar agar tak dicintai. Menghindar agar tak dicintai? Ya, aku menghindari kebaikan-kebaikan yang diberikan untukku. Aku menolak perhatian-perhatian yang ditujukan kepadaku.

Mencintai itu bebas. Kita bisa mencintai sesuka hati siapapun yang kita suka. Kita bisa melakukan banyak hal dengan mencintai. Tak hanya untuk yang kita cintai saja, tapi juga untuk diri kita, bahkan lingkungan sekitar. Sedangkan dicintai itu terbatas, menurutku. Kamu hanya bisa menerima jika kamu suka dan menolak atau mengabaikan rasa cinta itu jika kamu tak suka. Dan itu tertuju hanya pada dirimu saja. Tidak untuk orang lain atau lingkungan sekitar. Jadi, mana yang lebih kamu suka jika harus memilih? Mencintai atau dicintai?

Wednesday, August 29, 2018

Satu Pelindungku

Cahaya mentari menembus dedaunan pohon itu
Tempat rindang aku berteduh dari panas dan gerimis
Indah sungguh mentari sore yang menyinarinya
Hantarkan kehangatan yang merasuk relung kalbu

Di sana kugoreskan sebuah nama
Pada akar nan kokoh yang menyeruak menyembul tanah
Tahukah kau nama itu?
Itu adalah namamu

Sahabat juga adik bagiku
Bahkan tak sekadar itu
Kau kerap menjadi pelindungku
Kau baik dan selalu baik padaku

Oh tidak!
Tak hanya namamu yang ada di pohon itu
Akupun mwngukir satu nama lagi
Di batangnya, kuukir namaku

Kau tahu maknanya?
Atau ingin kuberi tahu?
Tak usah lah kujelaskan
Biar kau pahami sendiri

Yang jelas kau telah beberapa kali menyokongku
Menopangku ketika terjatuh
Menguatkan dan meninggikanku di tempatnya
Terima kasih untuk bantuan dan penjagaanmu

Meski nama kita tak berdampingan
Namun masih terukir pada satu pohon yang sama
Jika waktu menjauhkan kita, jangan lupakan aku dengan mudah
Karena bagiku, dekat denganmu itu tak mudah

Kemarilah jika satu saat kau kembali
Kau perlu tahu tempat indah ini
Duduklah di bawah pohon ini, di samping namamu
Bersandarlah di balik ukiran namaku

Rasakan kedamaian dari hembusan angin sore
Pejamkan matamu!
Mulailah mengenangku!
Untuk kebersamaan dan persahabatan kita